![]() |
| Wakil Ketua KPK Saut Situmorang |
Heronesia.com - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menjawab tuduhan BPN Prabowo-Sandiaga soal seolah
menutupi simbol terkait Pilpres pada 'cap jempol' di amplop yang disita saat
OTT Anggota DPR Bowo Sidik Pangarso.
KPK mengatakan keberadaan 'cap jempol' di
amplop yang diduga untuk serangan fajar itu tidak terkait materi perkara dugaan
suap.
"KPK menganggap hal itu tidak material dari sisi
fakta-fakta penegakan hukum antikorupsi," kata Wakil Ketua KPK Saut
Situmorang, Rabu (3/4/2019).
Atas dasar itu, Saut mengatakan KPK tak menghiraukan atau
bersusah payah dengan simbol yang dinilai tak relevan dengan kasus dugaan suap
Bowo. Hal itu, kata Saut, dilakukan agar proses penyidikan tetap berada pada
jalur penegakan hukum dan tak melebar ke ranah lain.
"Sehingga KPK nggak 'bother' (menghiraukan/bersusah
payah) dengan simbol-simbol atau sandi-sandi yang tidak relevan dengan kasus
demi penegakan keadilan dari kasus yang muncul dan tidak melebar keluar dari
ranah peradaban hukum yang sudah dibangun dan dijalani negeri ini. Itu di luar
kompetensi KPK," ucapnya.
Simbol 'cap jempol' itu sendiri ditemukan KPK saat membuka
amplop serangan fajar di 3 kardus dari total 84 kardus yang disita saat OTT
terhadap Bowo Sidik. Ada 400 ribu amplop berisi pecahan Rp 20 ribu atau Rp 50
ribu dengan nilai total Rp 8 miliar.
Uang itu, diduga berasal dari suap dan gratifikasi yang
diterima Bowo. Anggota Komisi VI ini sendiri sudah ditetapkan KPK sebagai
tersangka karena diduga menerima suap dari Marketing Manajer PT Humpuss
Transportasi Kimia (HTK) Asty Winasti lewat seseorang bernama Indung. Asty dan
Indung juga sudah jadi tersangka.
Total suap yang diduga diterima Bowo dari Asty bernilai
sekitar Rp 1,5 miliar dan Rp 89,4 juta dari 7 kali pemberian. Uang itu diduga
diberikan supaya Bowo membantu PT HTK agar kapal-kapalnya kembali digunakan
untuk distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia Logistik.
Nah, uang Rp 1,5 miliar itu merupakan bagian dari Rp 8
miliar di dalam amplop. Sementara, Rp 6,5 miliar lagi diduga berasal dari
gratifikasi yang diterima Bowo.
Sejauh ini, KPK menyatakan 'cap jempol' di amplop itu masih
terkait dengan kepentingan serangan fajar pemilu legislatif yang diikuti Bowo
Sidik yang terdaftar sebagai caleg DPR dari Partai Golkar di dapil Jateng II
dengan nomor urut 2. KPK pun mengingatkan agar fakta hukum yang ditemukan dalam
proses penyidikan tak dikaitkan dengan isu politik praktis.
"Kami harap proses ini dilihat semua pihak secara
independen sebagaimana proses hukum yang diatur di hukum acara yang berlaku.
Jadi KPK meminta semua pihak tidak mengait-ngaitkan KPK dengan isu politik
praktis karena yang dilakukan adalah penegakan hukum," kata Kabiro Humas
KPK Febri Diansyah di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan,
Selasa (2/4).
Keberadaan 'cap jempol' sendiri disoroti oleh BPN. Menurut
Koordinator Jubir BPN, Dahnil Anzar Simanjuntak, KPK seolah berupaya menutupi
simbol terkait pilpres pada 'cap jempol' di amplop itu. Alasannya, KPK tak
menunjukkan 'cap jempol' itu saat konferensi pers.
"Saya sayangkan sikap Bu Basaria Pandjaitan dan Pak
Agus Rahardjo yg seolah ingin menutupi fakta ada simbol-simbol Pilpres di 400
ribu amplop yang akan dibagi-bagikan oleh Politisi Golkar tersebut. Karena itu
standar KPK ketika Konpres terkait barang bukti, makanya, aneh bila bu Basaria
Pandjaitan menolak membuka amplop tersebut," ucap Dahnil.
Soal alasan mengapa amplop-amplop itu tak dibuka saat
konferensi pers sebelumnya juga sudah disampaikan KPK. Menurut KPK, pembukaan
amplop yang merupakan barang bukti punya prosedur tersendiri.
"Ada prosedur-prosedur dan hukum acara yang berlaku
kalau barang bukti itu diubah kondisinya. Amplop yang diperlihatkan tadi berada
dalam keadaan ditutup dengan lem. Jadi kalau dibuka tertentu sampai dibuat
berita acara dan hal-hal lain yang tentu saja tidak mungkin bisa dilakukan
langsung di ruangan ini," ucap Febri dalam konferensi pers yang digelar
pada Kamis (28/3) malam itu.
Sumber: Detik.com
Loading...

