![]()  | 
| Foto: Bara Hasibuan | 
Djadjad awalnya tak mau menanggapi secara detail tentangan
Bara. Dia hanya menyebut banyak kader PAN yang marah kepada anggota DPR RI itu.
"Ucapan Bara tidak perlu saya tanggapi. Sebenarnya
sudah banyak sekali kader PAN dari Sabang sampai Merauke yang marah kepada
Bara," kata Dradjad kepada wartawan, Senin (1/4/2019).
Dradjad lalu menyindir keberadaan Bara di DPR. Menurutnya,
Bara merupakan anggota dewan pergantian antarwaktu (PAW) untuk Yasti Mokoagow
yang terpilih menjadi Bupati Bolmong pada 2017.
"Suara rakyat yang memilih Bara pada 2014 itu hanya
belasan ribu. Untuk menjadi anggota DPRD Provinsi saja belum tentu cukup. Dia
dulu di PKB gagal menjadi anggota DPR. Di PAN bisa ke Senayan hanya karena
Yasti harus PAW untuk maju menjadi Bupati Bolmong," sebutnya.
"Suara yang diperoleh Yasti itu ya, gabungan dari suara
kader dan simpatisan Pak Amien serta suara hasil kerja keras Yasti. Jadi dengan
suara seperti itu, seharusnya ada etika politik dan organisasi yang dijunjung
tinggi Bara, dan semua kader PAN," imbuh Dradjad.
Dradjad sendiri ragu Bara bisa melenggang ke Senayan jika
bukan karena menggantikan Yasti. Dia lantas meminta pihak yang marah kepada
Bara untuk melampiaskannya di bilik suara.
"Saya sampaikan, Bara tidak cukup pantas untuk Anda
jadikan sasaran kemarahan. Apalagi saya sangat sangsi apakah pada Pileg 2019
ini Bara bisa terpilih secara murni di dapilnya, yaitu terpilih karena suara
pemilih pribadinya sangat besar. Jadi, jika Anda marah dan mau menghukum dia,
hukum dia di TPS," tegasnya.
Bara sendiri menilai cara people power yang diusung Amien
Rais sama saja melecehkan hukum di Tanah Air. Dia menyebut people power
merupakan cara untuk melawan keotoriteran.
"Apalagi nanti akan ada international observers yang
melalukan monitoring. Ide people power dalam konteks sengketa pemilu juga sama
saja dengan melecehkan prinsip rule of law karena UU Pemilu mengatur mekanisme
sengketa lewat jalur MK," ucap Bara dalam keterangannya kepada wartawan,
Senin (1/4).
"People power juga hanya relevan sebagai cara untuk
melawan kekuasaan otoriter. Dalam sebuah demokrasi, itu tidak relevan kecuali
kalau kekuasaan demokratis itu melakukan hal-hal yang melecehkan prinsip-prinsip
demokrasi dan kami tidak lihat itu di Indonesia sekarang," tegas Bara
Hasibuan.
Sumber: Detik.com
        Loading...    
        
    
